Halaman

Jumat, 01 Maret 2013

Hakikat Manusia dan Pengembangannya



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
            Manusia memiliki kedudukan yang paling tinggi diantara ciptaan Tuhan lainnya. Dengan kekuatan dan keterbatasannya, manusia dapat berbuat apa saja atas dirinya sendiri maupun lingkungannya. Potensi manusia seperti itu secara mendasar telah dimiliki manusia sejak dari awal penciptaannya. Dalam kondisi keberadaan manusia yang dilandasi oleh tujuan penciptaannya, manusia berkembang dan memperkembangkan diri mengukir budaya yang semakin tinggi dan modern, serta mengejar kebahagiaan yang dicitakannya.
Manusia memiliki sifat hakikat yang merupakan karakteristik manusia yang membedakan dengan mahluk lainnya. Sifat hakikat inilah merupakan landasan dan arah dalam merancang dan melaksanakan komunikasi transaksional di dalam interaksi edukatif. Oleh karena itu sasaran pendidikan adalah manusia dimana pendidikan bertujuan membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiannya.
            Agar pendidikan dapat dilakukan dengan tepat dan benar, pendidikan harus memiliki gambaran yang jelas siapa manusia sebenarnya. Selain itu, gambaran yang jelas tentang manusia perlu dimiliki oleh pendidik karena adanya perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini. Memang banyak manfaat yang didapat bagi kehidupan manusia darinya, namun di sisi lain juga terdapat dampak negatif yang muncul. Tanpa disadari hal tersebut merugikan bahkan mengancam keutuhan eksistensi manusia, seperti ditemukannya bom kimia dan bakteri, video, dan DBS (Direct Broad-casting System), rekayasa genetika dan lain-lain, yang digunakan secara tidak bertanggung jawab.
            Dalam makalah ini akan dibahas tentang hakikat manusia dan pengembangannya, dengan harapan menjadi titik tolak bagi paparan selanjutnya.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1.2.1.   Apa sajakah sifat hakikat manusia?
1.2.2.   Apa sajakah dimensi hakikat manusia?
1.2.3.   Bagaimana pengembangan dimensi hakikat manusia itu?
1.2.4.   Bagaimana sosok manusia Indonesia seutuhnya?
1.3.Tujuan
1.3.1.   Memahami sifat-sifat hakikat manusia.
1.3.2.   Memahami empat macam dimensi hakikat manusia.
1.3.3.   Memahami pengembangan dimensi hakikat manusia.
1.3.4.   Memahami sosok manusia Indonesia seutuhnya menurut GBHN.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1.   SIFAT HAKIKAT MANUSIA
                 Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Wujud sifat hakikat manusia yang dikemukakan oleh paham eksistensialisme yaitu:
2.1.1.   Kemampuan menyadari diri,
              Kaum Rasionalisme menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri yang khas atau karakteristik diri. Hal ini yang menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan aku-aku yang lain. Bahkan bukan hanya membedakan, lebih dari itu manusia biasa membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya.
              Kemampuan membuat jarak ini berarah ganda yaitu arah keluar dan arah kedalam. Dengan arah keluar, aku memandang dan menjadikan lingkungan sebagai objek, selanjutnya aku memanipulasi ke dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Puncak aktifitas yang mengarah keluar ini dipandang sebagai gejala egoisme. Dengan arak ke dalam, aku memberi status kepada lingkungannya sebagai subjek yang berhadapan dengan aku sebagai objek yang isinya adalah pengabdian, pengorbanan dan tenggang rasa. Gejala ini lazimnya dipandang oleh masyarakat sebagai sesuatu yang terpuji. Pengembangan arah keluar merupakan pembinaan aspek sosial, sedangkan pengembangan arah ke dalam berarti pembinaan aspek individualitas manusia.
2.1.2.   Kemampuan Bereksistensi
              Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kemampuan untuk menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemempuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut dengan kemempuan bereksistensi. Jika seandainya pada diri amnesia tidak terdapat kebebasan atau kemampuan bereksisitensi, maka manusia itu tidak lebih dari hanya sekedar esensi belaka, artinya ada hanya sekedar berada dan tidak pernah mengada atau bereksisitensi. Adanya kemampuan bereksistensi inilah pula yang membedakan manusia sebagai makhluk human dari hewan selaku mekhluk infra human, di mana hewan menjadi onderdil dari lingkungan, sedangkan manusia menjadi manajer terhadap lingkungan. Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi suatu keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari masa kanak-kanak.


2.1.3.   Kata hati / hati nurani
              Kata hati merupakan kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitannya dengan moral, kata hati merupakan petunjuk bagi moral/ perbuatan. Usaha untuk mengubah kata hati yang tumpul menjadi kata hati yang tajam disebut  pendidikan kata hati (gewetan forming). Realisasinya dapat ditempuh dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian moral yang didasari oleh kata hati yang tajam.
2.1.4.   Moral
              Moral yang sinkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik bagi manusia sebagai manusia merupakan moral yang baik atau moral yang tinggi atau luhur. Sebaliknya perbuatan yang tidak sinkron dengan kata hati yang tajam ataupun merupakan realisasi dari kata hati yang tumpul disebut moral yang buruk, lazimnya disebut tidak bermoral.
2.1.5.   Tanggung jawab
              Tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, dan bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan, sehingga sanksi apapun yang dituntutkan (oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh agama-agama), diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Dan uraian ini menjadi jelas betapa pentingnya pendidikan moral bagi peserta didik baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.
2.1.6.   Rasa Kebebasan
              Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan. Kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan moral.
2.1.7.   Kewajiban dan hak
              Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk social. Yang satu ada hanya oleh karena adanya yang lain. Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut (yang pada saat itu belum dipenuhi), begitu sebaliknya.
2.1.8.   Kemampuan menghayati kebahagiaan
              Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Penghayatan hidup yang disebut “kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Kebahagiaan tidak cukup digambarkan hanya sebagai himpunan dari pengalaman-pengalaman yang menyenangkan saja, tetapi lebih dari itu, yaitu merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan, dan sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan. Proses integrasi dari kesemuanya itu (yang menyenangkan maupun yang pahit) menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut “bahagia”.
2.2.DIMENSI HAKIKAT MANUSIA
2.2.1.      Dimensi Keindividualan
      Manusia adalah mahluk monodualis ciptaan Tuhan yang dikaruniai status sebagai Khalifah Allah di atas bumi. Bayi dianugerahi keadaan jasmani yang lemah tetapi memiliki potensi-potensi jasmaniah berupa konstruksi tubuh lengkap serta rokhaniah berupa daya cipta, rasa, karsa, intuisi, bakat. Faktor-faktor potensi bawaan inilah yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainya yg bersifat unik yang dapat berkembang dengan adanya pengaruh lingkungan. Tidak ada diri individu yang identik di muka bumi. Bahkan dua anak kembar yang lazim dikatakan bagai pinang dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan, hanya serupa tetapi tidak identik. Hal ini berlaku baik sifat-sifat fisiknya maupun hidup kejiwaannya.
2.2.2.      Dimensi Kesosialan
      Manusia disamping mahluk mono-dualis sekaligus mahluk mono-pluralis. Manusia dilahirkan sebagai suku bangsa tertentu dengan adat kebudayaan tertentu pula. Sebagai anggota suatu masyarakat, seseorang berkewajiban untuk berperan dan menyesuaikan diri serta bekerja sama dengan masyarakat. Manusia dan masyarakat merupakan realitas yang saling memajukan & saling memperkembangkan. Manusia pada dasarnya memiliki dimensi kesosialan. Hal tersebut sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang membutuhkan bantuan orang lain.
2.2.3.      Dimensi Kesusilaan
      Kesusilaan diartikan mencakup etika (persoalan kebaikan) dan etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan). Manusia dengan kemampuan akalnya memungkinkan untuk menentukan sesuatu manakah yang baik dan manakah yang buruk, manakah yang pantas dan manakah yang tidak pantas. Dengan pertimbangan nilai-nilai budaya yang dijunjungnya memungkinkan manusia untuk berbuat dan bertindak secara susila.

2.2.4.      Dimensi Keberagamaan
      Manusia adalah mahluk religius yang dianugerahi ajaran-ajaran yg dipercayainya yang didapatkan melalui bimbingan nabi demi kemaslahatan dan keselamatannya.
Manusia sebagai mahluk beragama mempunyai kemampuan menghayati pengalaman diri dan dunianya menurut agama masing-masing. Pemahaman agama diperoleh melalui pelajaran agama, sembahyang, doa-doa maupun meditasi, komitmen aktif & praktek ritual
.
2.3.   PENGEMBANGAN DIMENSI HAKIKAT MANUSIA
Seperti yang telah dijelaskan bahwa sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi hakikat manusia menjaditugas pendidikan.  Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud nyata. Oleh karena itu, dibutuhkan proses pendidikan untuk merealisasikan potensi manusia tersebut. Misalnya seseorang dilahirkan dengan bakat seni. Peran pendidikan sangat diperlukan untuk merealisasikannya menjadi seorang seniman terkenal. Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik, tetapi dalam pelaksanaannya mungkin terjadi kesalahan yang disebut salah didik. Sehubungan dengan hal tersebut, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu :
2.3.1.      Pengembangan yang utuh
      Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup menghantar subjek didik menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota masyarakat.
      Dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras. Perkembangan yang dimaksud mencakup yang bersifat horizontal (yang menciptakan keseimbangan hubungan antarmanusia maupun dengan lingkungan fisiknya) dan yang bersifat vertikal (yang menciptakan ketinggian martabat manusia, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor).
2.3.2.      Pengembangan yang tidak utuh
      Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani. Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap.
2.4.   SOSOK MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA
Sosok manusia Indonesia seutuhnya telah dirumuskan di dalam GBHN mengenai arah pembangunan jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, ataupun kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, atau rasa keadilan, melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya.
Pembangunan itu merata di seluruh tanah air, bukan hanya untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Selanjutnya juga diartikan sebagai keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia, antara manusia dengan lingkungannya, keserasian hubungan antara bangsa-bangsa, dan juga keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dengan kebahagiaan di akhirat.


BAB III
PENUTUP
3.1.   KESIMPULAN
3.1.1.      Manusia memiliki ciri-ciri yang khas, yaitu memiliki kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi, memiliki kata hati, moral, kemampuan bertanggung jawab, memiliki rasa kebebasan, kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak, serta memiliki kemampuan menghayati kebahagiaan.
3.1.2.      Dimensi hakikat manusia meliputi dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, serta keragamaan.
3.1.3.      Kemungkinan yang bisa terjadi dalam proses pengembangan dimensi hakikat manusia adalah perkembangan yang utuh, dan perkembangan yang tidak utuh.
3.1.4.      Sosok manusia Indonesia yang seutuhnya telah dirumuskan di dalam GBHN mengenai arah pembangunan jangka panjang.


DAFTAR PUSTAKA

Daien, Amir Indrakusuma. 1973.Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Hamzah, Amriani Mustafa. 2010. Hakikat Manusia dan Pengembangannya, (Online) (http://amrianihamzahmustafa.blogspot.com/2010/03/bab-i-hakikat-manusia-dan.html) diakses pada tanggal 13 Februari 2013 pukul 16.15
Khairunnisa.2012. Makalah Hakikat Manusia dan Pengembangannya, (Online) (http://khairunnisa-suka-suka.blogspot.com/2012/10/makalah-hakikat-manusia-dan.html) diakses pada tanggal 13 FEBRUARI 2013 pukul 16.10
Tirtahardja, Umar dan La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar