BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR
BELAKANG
Manusia
memiliki kedudukan yang paling tinggi diantara ciptaan Tuhan lainnya. Dengan
kekuatan dan keterbatasannya, manusia dapat berbuat apa saja atas dirinya
sendiri maupun lingkungannya. Potensi manusia seperti itu secara mendasar telah
dimiliki manusia sejak dari awal penciptaannya. Dalam kondisi keberadaan
manusia yang dilandasi oleh tujuan penciptaannya, manusia berkembang dan memperkembangkan
diri mengukir budaya yang semakin tinggi dan modern, serta mengejar kebahagiaan
yang dicitakannya.
Manusia memiliki sifat hakikat yang merupakan karakteristik manusia yang membedakan dengan mahluk lainnya. Sifat hakikat inilah merupakan landasan dan arah dalam merancang dan melaksanakan komunikasi transaksional di dalam interaksi edukatif. Oleh karena itu sasaran pendidikan adalah manusia dimana pendidikan bertujuan membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiannya.
Manusia memiliki sifat hakikat yang merupakan karakteristik manusia yang membedakan dengan mahluk lainnya. Sifat hakikat inilah merupakan landasan dan arah dalam merancang dan melaksanakan komunikasi transaksional di dalam interaksi edukatif. Oleh karena itu sasaran pendidikan adalah manusia dimana pendidikan bertujuan membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiannya.
Agar
pendidikan dapat dilakukan dengan tepat dan benar, pendidikan harus memiliki
gambaran yang jelas siapa manusia sebenarnya. Selain itu, gambaran yang jelas
tentang manusia perlu dimiliki oleh pendidik karena adanya perkembangan sains
dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini. Memang banyak manfaat yang didapat
bagi kehidupan manusia darinya, namun di sisi lain juga terdapat dampak negatif
yang muncul. Tanpa disadari hal tersebut merugikan bahkan mengancam keutuhan
eksistensi manusia, seperti ditemukannya bom kimia dan bakteri, video, dan DBS
(Direct Broad-casting System), rekayasa genetika dan lain-lain, yang digunakan
secara tidak bertanggung jawab.
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang hakikat manusia dan pengembangannya, dengan
harapan menjadi titik tolak bagi paparan selanjutnya.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah
1.2.1.
Apa
sajakah sifat hakikat manusia?
1.2.2.
Apa
sajakah dimensi hakikat manusia?
1.2.3.
Bagaimana
pengembangan dimensi hakikat manusia itu?
1.2.4.
Bagaimana
sosok manusia Indonesia seutuhnya?
1.3.Tujuan
1.3.1.
Memahami
sifat-sifat hakikat manusia.
1.3.2.
Memahami
empat macam dimensi hakikat manusia.
1.3.3.
Memahami
pengembangan dimensi hakikat manusia.
1.3.4.
Memahami
sosok manusia Indonesia seutuhnya menurut GBHN.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
SIFAT HAKIKAT MANUSIA
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang
secara prinsipil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan.
Wujud sifat hakikat manusia yang dikemukakan oleh paham eksistensialisme yaitu:
2.1.1. Kemampuan menyadari diri,
Kaum Rasionalisme menunjuk kunci
perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang
dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki
manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri yang khas
atau karakteristik diri. Hal ini yang menyebabkan manusia dapat membedakan
dirinya dengan aku-aku yang lain. Bahkan bukan hanya membedakan, lebih dari itu
manusia biasa membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya.
Kemampuan membuat jarak ini berarah
ganda yaitu arah keluar dan arah kedalam. Dengan arah keluar, aku memandang dan
menjadikan lingkungan sebagai objek, selanjutnya aku memanipulasi ke dalam lingkungan untuk
memenuhi kebutuhannya. Puncak aktifitas yang mengarah keluar ini dipandang
sebagai gejala egoisme. Dengan arak ke dalam, aku memberi status kepada
lingkungannya sebagai subjek yang berhadapan dengan aku sebagai objek yang
isinya adalah pengabdian, pengorbanan dan tenggang rasa. Gejala ini lazimnya
dipandang oleh masyarakat sebagai sesuatu yang terpuji. Pengembangan arah keluar
merupakan pembinaan aspek sosial, sedangkan pengembangan arah ke dalam berarti pembinaan aspek
individualitas manusia.
2.1.2.
Kemampuan
Bereksistensi
Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kemampuan untuk menerobos dan
mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemempuan menempatkan diri dan
menerobos inilah yang disebut dengan kemempuan bereksistensi. Jika seandainya
pada diri amnesia tidak terdapat kebebasan atau kemampuan bereksisitensi, maka
manusia itu tidak lebih dari hanya sekedar esensi belaka, artinya ada hanya
sekedar berada dan tidak pernah mengada atau bereksisitensi. Adanya kemampuan
bereksistensi inilah pula yang membedakan manusia sebagai makhluk human dari
hewan selaku mekhluk infra human, di mana hewan menjadi onderdil dari
lingkungan, sedangkan manusia menjadi manajer terhadap lingkungan. Kemampuan
bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar
belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi suatu keadaan dan peristiwa,
belajar melihat prospek masa depan serta mengembangkan daya imajinasi kreatif
sejak dari masa kanak-kanak.
2.1.3.
Kata
hati / hati nurani
Kata hati merupakan kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dan
yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitannya dengan moral,
kata hati merupakan petunjuk bagi moral/ perbuatan. Usaha untuk mengubah kata
hati yang tumpul menjadi kata hati yang tajam disebut pendidikan kata hati (gewetan forming).
Realisasinya dapat ditempuh dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi.
Tujuannya agar orang memiliki keberanian moral yang didasari oleh kata hati
yang tajam.
2.1.4.
Moral
Moral yang sinkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik
bagi manusia sebagai manusia merupakan moral yang baik atau moral yang tinggi
atau luhur. Sebaliknya perbuatan yang tidak sinkron dengan kata hati yang tajam
ataupun merupakan realisasi dari kata hati yang tumpul disebut moral yang
buruk, lazimnya disebut tidak bermoral.
2.1.5.
Tanggung
jawab
Tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa
sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, dan bahwa hanya karena
itu perbuatan tersebut dilakukan, sehingga sanksi apapun yang dituntutkan (oleh
kata hati, oleh masyarakat, oleh agama-agama), diterima dengan penuh kesadaran
dan kerelaan. Dan uraian ini menjadi jelas betapa pentingnya pendidikan moral
bagi peserta didik baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.
2.1.6.
Rasa
Kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi
sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya
memang berlangsung dalam keterikatan. Kemerdekaan berkaitan erat dengan kata
hati dan moral.
2.1.7.
Kewajiban
dan hak
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi
dari manusia sebagai makhluk social. Yang satu ada hanya oleh karena adanya
yang lain. Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak untuk
menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak
tersebut (yang pada saat itu belum dipenuhi), begitu sebaliknya.
2.1.8.
Kemampuan
menghayati kebahagiaan
Kebahagiaan
adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia.
Penghayatan hidup yang disebut “kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah untuk
dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Kebahagiaan tidak cukup
digambarkan hanya sebagai himpunan dari pengalaman-pengalaman yang menyenangkan
saja, tetapi lebih dari itu, yaitu merupakan integrasi dari segenap kesenangan,
kegembiraan, kepuasan, dan sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman pahit dan
penderitaan. Proses integrasi dari kesemuanya itu (yang menyenangkan maupun
yang pahit) menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut “bahagia”.
2.2.DIMENSI HAKIKAT MANUSIA
2.2.1.
Dimensi Keindividualan
Manusia adalah mahluk monodualis ciptaan Tuhan yang dikaruniai status
sebagai Khalifah Allah di atas bumi. Bayi dianugerahi keadaan jasmani yang
lemah tetapi memiliki potensi-potensi jasmaniah berupa konstruksi tubuh lengkap
serta rokhaniah berupa daya cipta, rasa, karsa, intuisi, bakat. Faktor-faktor
potensi bawaan inilah yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainya yg
bersifat unik yang dapat berkembang dengan adanya pengaruh lingkungan. Tidak ada diri individu yang
identik di muka bumi. Bahkan dua anak kembar yang lazim dikatakan bagai pinang
dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan, hanya serupa tetapi tidak identik. Hal
ini berlaku baik sifat-sifat fisiknya maupun hidup kejiwaannya.
2.2.2.
Dimensi Kesosialan
Manusia disamping mahluk mono-dualis sekaligus mahluk mono-pluralis.
Manusia dilahirkan sebagai suku bangsa tertentu dengan adat kebudayaan tertentu
pula. Sebagai anggota suatu masyarakat, seseorang berkewajiban untuk berperan
dan menyesuaikan diri serta bekerja sama dengan masyarakat. Manusia dan
masyarakat merupakan realitas yang saling memajukan & saling
memperkembangkan. Manusia pada dasarnya memiliki dimensi kesosialan. Hal tersebut sesuai dengan
kodrat manusia sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang membutuhkan bantuan
orang lain.
2.2.3.
Dimensi Kesusilaan
Kesusilaan
diartikan mencakup etika (persoalan kebaikan) dan etiket (persoalan kepantasan
dan kesopanan). Manusia dengan kemampuan akalnya memungkinkan untuk
menentukan sesuatu manakah yang baik dan manakah yang buruk, manakah yang
pantas dan manakah yang tidak pantas. Dengan pertimbangan nilai-nilai budaya
yang dijunjungnya memungkinkan manusia untuk berbuat dan bertindak secara
susila.
2.2.4.
Dimensi Keberagamaan
Manusia adalah mahluk religius yang dianugerahi ajaran-ajaran yg
dipercayainya yang didapatkan melalui bimbingan nabi demi kemaslahatan dan
keselamatannya.
Manusia sebagai mahluk beragama mempunyai kemampuan menghayati pengalaman diri dan dunianya menurut agama masing-masing. Pemahaman agama diperoleh melalui pelajaran agama, sembahyang, doa-doa maupun meditasi, komitmen aktif & praktek ritual.
Manusia sebagai mahluk beragama mempunyai kemampuan menghayati pengalaman diri dan dunianya menurut agama masing-masing. Pemahaman agama diperoleh melalui pelajaran agama, sembahyang, doa-doa maupun meditasi, komitmen aktif & praktek ritual.
2.3.
PENGEMBANGAN DIMENSI HAKIKAT MANUSIA
Seperti yang telah
dijelaskan bahwa sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya
pengembangan dimensi hakikat manusia menjaditugas pendidikan. Manusia lahir telah dikaruniai dimensi
hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi
wujud nyata. Oleh karena itu, dibutuhkan proses pendidikan untuk merealisasikan
potensi manusia tersebut. Misalnya seseorang dilahirkan dengan bakat seni.
Peran pendidikan sangat diperlukan untuk merealisasikannya menjadi seorang
seniman terkenal. Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik, tetapi dalam
pelaksanaannya mungkin terjadi kesalahan yang disebut salah didik. Sehubungan
dengan hal tersebut, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu :
2.3.1.
Pengembangan yang utuh
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia
ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri
secara potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan
pelayanan atas perkembangannya. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang
sanggup menghantar subjek didik menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota
masyarakat.
Dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan
terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang
secara selaras. Perkembangan yang dimaksud mencakup yang bersifat horizontal
(yang menciptakan keseimbangan hubungan antarmanusia maupun dengan lingkungan
fisiknya) dan yang bersifat vertikal (yang menciptakan ketinggian martabat
manusia, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor).
2.3.2.
Pengembangan yang tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia
akan terjadi di dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat
manusia yang terabaikan untuk ditangani. Pengembangan yang tidak utuh berakibat
terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap.
2.4.
SOSOK MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA
Sosok manusia
Indonesia seutuhnya telah dirumuskan di dalam GBHN mengenai arah pembangunan
jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya
mengejar kemajuan lahiriah, seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan,
ataupun kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan
pendapat yang bertanggung jawab, atau rasa keadilan, melainkan keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan antara keduanya.
Pembangunan itu merata
di seluruh tanah air, bukan hanya untuk golongan atau sebagian dari masyarakat.
Selanjutnya juga diartikan sebagai keselarasan hubungan antara manusia dengan
Tuhannya, antara sesama manusia, antara manusia dengan lingkungannya,
keserasian hubungan antara bangsa-bangsa, dan juga keselarasan antara cita-cita
hidup di dunia dengan kebahagiaan di akhirat.
BAB
III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
3.1.1.
Manusia memiliki ciri-ciri yang khas, yaitu
memiliki kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi, memiliki kata hati,
moral, kemampuan bertanggung jawab, memiliki rasa kebebasan, kesediaan
melaksanakan kewajiban dan menyadari hak, serta memiliki kemampuan menghayati
kebahagiaan.
3.1.2.
Dimensi hakikat manusia meliputi dimensi
keindividualan, kesosialan, kesusilaan, serta keragamaan.
3.1.3.
Kemungkinan yang bisa terjadi dalam proses
pengembangan dimensi hakikat manusia adalah perkembangan yang utuh, dan perkembangan
yang tidak utuh.
3.1.4. Sosok
manusia Indonesia yang seutuhnya telah dirumuskan di dalam GBHN mengenai arah
pembangunan jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Daien, Amir Indrakusuma. 1973.Pengantar Ilmu Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional
Hamzah, Amriani Mustafa. 2010. Hakikat Manusia dan
Pengembangannya, (Online) (http://amrianihamzahmustafa.blogspot.com/2010/03/bab-i-hakikat-manusia-dan.html) diakses pada tanggal 13
Februari 2013 pukul 16.15
Khairunnisa.2012. Makalah Hakikat Manusia dan
Pengembangannya, (Online) (http://khairunnisa-suka-suka.blogspot.com/2012/10/makalah-hakikat-manusia-dan.html)
diakses pada tanggal 13 FEBRUARI 2013 pukul 16.10
Tirtahardja, Umar dan La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan
(Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar