Saat ini, saya telah lulus dari
SMA dan telah tercacat sebagai mahasiswa semester awal di Universitas Negeri
Malang. Pendidikan bahasa, sastra indonesia dan daerah, adalah program studi
yang saya pilih. Kenapa saya pilih Pendidikan bahasa, sastra indonesia dan
daerah?
Pada
awalnya saya tidak berniat untuk kuliah di jurusan bahasa Indonesia. Waktu
mendaftar, bahkan saya meletakkannya di pilihan kedua, dan saya jadikan
cadangan jika tidak lolos SNMPTN di jurusan pertama. Waktu pengumuman, ternyata
saya diterima di pilihan kedua yaitu Bahasa Indonesia. Saya tidak terlalu
bahagia, karena saya sangat menginginkan lolos di pilihan pertama, yaitu
Pendidikan Fisika. Tetapi setelah mendapat kabar dari teman-teman saya, bahwa
sebagian besar dari mereka gagal dalam SNMPTN, saya sangat bersyukur.
Setidaknya saya telah diterima dan tidak harus mencari PTN ataupun PTS lagi,
karena saat itu saya tidak mempunyai PTS cadangan manapun. Beruntung sudah di
terima di PTN dari pada saya harus kuliah di swasta yang biayanya Naudzubillah
mahalnya.
. Fakultas tempat saya mendaftar adalah fakultas yang memiliki beberapa jurusan
bahasa yang menawarkan bahasa asing yang terkesan lebih “bergengsi” daripada
bahasa Indonesia, seperti: bahasa Jerman, Inggris, dan Arab. Namun, karena
restu kedua orang tua saya, agar saya mengambil jurusan tersebut, maka dengan
mengucap Basmallah saya memutuskan untuk mengambil jurusan pendidikan
bahasa, sastra Indonesia dan daerah tersebut. Satu hal yang saya pegang, restu
orang tua adalah restu Allah.
Saya sempat merasa
sedikit “minder” dengan jurusan saya. Bukan tanpa alasan saya merasa seperti
itu. Bayangkan, setiap ketemu dengan teman-teman SMA saya atau berkenalan,
mereka selalu bertanya, “kuliah dimana? Jurusan apa?”. Dan setiap saya bilang
kalau saya kuliah di jurusan Bahasa Indonesia, dengan cueknya mereka bertanya
“Kenapa ngambil bahasa Indonesia? Emang gak bisa bahasa Indonesia sampai harus
dipelajarin lagi? Kenapa gak bahasa Inggris, Jerman, atau bahasa asing lain
yang lebih keren? Lulusan bahasa Indonesia kan banyak, mau jadi apa kamu nanti?”.
Saat itu saya
hanya bisa menjawab dengan tersenyum sambil dalam hati ngedumel, “Baguskah
nilai bahasa Indonesiamu saat sekolah sehingga merasa sudah pintar? Yakinkah kamu
sudah mampu berbahasa dengan baik? Kalau ya, hebat. Bahkan seorang profesor pun
tidak se-pede itu. Lalu haruskah kau merasa kalau bahasa negaramu tidak
“sekeren” bahasa asing? Bayangkan, sangat menyedihkan sekali jika mendapati
kenyataan bahwa rakyatnya saja tidak mencintai bahasa negaranya sendiri. Kalau
masalah pekerjaan kedepan, semua sudah di atur sama ALLAH SWT kok”
Saya menyesal
karena tidak bisa mengutarakan itu semua kepada mereka yang menanggap “remeh”
jurusan saya saat itu. Tapi yang lebih membuat saya menyesal, tidak seharusnya
saya merasa “rendah” dengan jurusan mereka yang dianggap “lebih mentereng”
daripada jurusan saya. Menurut saya, bahasa Indonesia itu keren, buktinya
banyak orang asing yang mau mempelajari bahasa kita. Kenapa kita sendiri yang
notabene rakyat Indonesia malu untuk mempelajari bahasa Indonesia sendiri.
Kalau ngomongin masalah prospek kerja, saya pikir, selagi kita hidup di
Indonesia dan selagi masih menggunakan bahasa Indonesia, pasti lulusan bahasa
Indonesia tetap dicari. Sekarang saya justru bangga dengan jurusan saya. Saya
yakin akan banyak mendapat pengetahuan yang luas, yang akan membuat saya
semakin mencintai Indonesia. Saya bangga dengan bangsa, negara, dan bahasa
INDONESIA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar