Halaman

Selasa, 06 November 2012

Aku dan Jurusanku



Saat ini, saya telah lulus dari SMA dan telah tercacat sebagai mahasiswa semester awal di Universitas Negeri Malang. Pendidikan bahasa, sastra indonesia dan daerah, adalah program studi yang saya pilih. Kenapa saya pilih Pendidikan bahasa, sastra indonesia dan daerah?
            Pada awalnya saya tidak berniat untuk kuliah di jurusan bahasa Indonesia. Waktu mendaftar, bahkan saya meletakkannya di pilihan kedua, dan saya jadikan cadangan jika tidak lolos SNMPTN di jurusan pertama. Waktu pengumuman, ternyata saya diterima di pilihan kedua yaitu Bahasa Indonesia. Saya tidak terlalu bahagia, karena saya sangat menginginkan lolos di pilihan pertama, yaitu Pendidikan Fisika. Tetapi setelah mendapat kabar dari teman-teman saya, bahwa sebagian besar dari mereka gagal dalam SNMPTN, saya sangat bersyukur. Setidaknya saya telah diterima dan tidak harus mencari PTN ataupun PTS lagi, karena saat itu saya tidak mempunyai PTS cadangan manapun. Beruntung sudah di terima di PTN dari pada saya harus kuliah di swasta yang biayanya Naudzubillah mahalnya. . Fakultas tempat saya mendaftar adalah fakultas yang memiliki beberapa jurusan bahasa yang menawarkan bahasa asing yang terkesan lebih “bergengsi” daripada bahasa Indonesia, seperti: bahasa Jerman, Inggris, dan Arab. Namun, karena restu kedua orang tua saya, agar saya mengambil jurusan tersebut, maka dengan mengucap Basmallah saya memutuskan untuk mengambil jurusan pendidikan bahasa, sastra Indonesia dan daerah tersebut. Satu hal yang saya pegang, restu orang tua adalah restu Allah.

Saya sempat merasa sedikit “minder” dengan jurusan saya. Bukan tanpa alasan saya merasa seperti itu. Bayangkan, setiap ketemu dengan teman-teman SMA saya atau berkenalan, mereka selalu bertanya, “kuliah dimana? Jurusan apa?”. Dan setiap saya bilang kalau saya kuliah di jurusan Bahasa Indonesia, dengan cueknya mereka bertanya “Kenapa ngambil bahasa Indonesia? Emang gak bisa bahasa Indonesia sampai harus dipelajarin lagi? Kenapa gak bahasa Inggris, Jerman, atau bahasa asing lain yang lebih keren? Lulusan bahasa Indonesia kan banyak, mau jadi apa kamu nanti?”.
Saat itu saya hanya bisa menjawab dengan tersenyum sambil dalam hati ngedumel, “Baguskah nilai bahasa Indonesiamu saat sekolah sehingga merasa sudah pintar? Yakinkah kamu sudah mampu berbahasa dengan baik? Kalau ya, hebat. Bahkan seorang profesor pun tidak se-pede itu. Lalu haruskah kau merasa kalau bahasa negaramu tidak “sekeren” bahasa asing? Bayangkan, sangat menyedihkan sekali jika mendapati kenyataan bahwa rakyatnya saja tidak mencintai bahasa negaranya sendiri. Kalau masalah pekerjaan kedepan, semua sudah di atur sama ALLAH SWT kok”
Saya menyesal karena tidak bisa mengutarakan itu semua kepada mereka yang menanggap “remeh” jurusan saya saat itu. Tapi yang lebih membuat saya menyesal, tidak seharusnya saya merasa “rendah” dengan jurusan mereka yang dianggap “lebih mentereng” daripada jurusan saya. Menurut saya, bahasa Indonesia itu keren, buktinya banyak orang asing yang mau mempelajari bahasa kita. Kenapa kita sendiri yang notabene rakyat Indonesia malu untuk mempelajari bahasa Indonesia sendiri. Kalau ngomongin masalah prospek kerja, saya pikir, selagi kita hidup di Indonesia dan selagi masih menggunakan bahasa Indonesia, pasti lulusan bahasa Indonesia tetap dicari. Sekarang saya justru bangga dengan jurusan saya. Saya yakin akan banyak mendapat pengetahuan yang luas, yang akan membuat saya semakin mencintai Indonesia. Saya bangga dengan bangsa, negara, dan bahasa INDONESIA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar