Malam
kian larut, hawa dingin menusuk tulang rusuk, tanah basah belum juga mengering
karena hujan sore tadi. Suasana begitu hening, tak terdengar sedikitpun derap
manusia. Kompleks perumahan elit itu tampak gelap, menandakan bahwa penghuninya
telah terlelap, berlayar ke pulau impian. Yang terlihat hanya cahaya bulan yang
redup dan secercah cahaya kecil dari sudut sebuah rumah. Halaman rumah yang tak begitu luas, dipenuhi
berbagai jenis bunga yang tertata rapi. Nampaknya pemilik rumah itu begitu
telaten merawatnya. Ternyata, pancaran cahaya itu berasal dari lampu di sebuah
kamar di sudut rumah itu. Kamar itu tampak sepi, samar-samar terdengar isak tangis seorang gadis. Tangis yang
memecahkan keheningan malam itu. Gadis itu adalah Riry. Seorang gadis mungil,
berambut panjang dan berkulit putih. Gadis yang sekarang masih menimba ilmu di
sebuah sekolah negeri di kabupaten Ponorogo.Riry tampak lesu, parasnya yang
cantik, kini dihiasi dengan tetesan air mata. Handphone yang dari tadi berbunyi
tak di hiraukannya. Layar handphone itu menunjukkan 5 pesan telah diterima.
Terlihat jelas bahwa pesan itu dari seseorang yang sama, yaitu “Guardian
Angel”.
Bayangan yang sangat mengganggu
pikirannya, yang terus terlintas di benaknya. Bayangan sepasang mata yang
selalu menghantuinya. Sesosok pria yang ia cintai. Rasta, sebuah nama yang
sulit ia lupa. Seorang pria biasa dan sederhana, namun ia baik hati dan telah
mampu menebarkan bunga cinta di hati Riry. Seorang pria yang telah dikenalnya
sejak 1 tahun yang lalu. Tepatnya, sejak ia masuk SMA. Masa Orientasi Siswa
yang mempertemukan mereka. Waktu itu Rasta telah duduk di kelas XI dan ia
adalah seorang anggota OSIS. Ia bertugas menjalankan MOS di kelas Riry, yang
merupakan siswi baru di sekolahan itu. Sejak saat itu mereka saling kenal, dan
menjalin kedekatan. Meski kelas mereka berbeda, namun mereka selalu berangkat
dan pulang bersama-sama. Rasta selalu ada untuk membantu Riry. Rasta yang
selalu menjaga Riry, ketika teman-temannya ada yang menjahatinya. Tak berlebihan
jika Riry menjuluki Rasta sebagai Guardian Angel atau malaikat penjaganya.
Tapi kini yang terjadi justru
sebaliknya. Hati Riry kini telah tergores luka. Luka yang ditoreh oleh Rasta,
guardian angelnya. Matanya yang lentik, kini menjadi sembab, karena ia terlalu
banyak mencurahkan air matanya. Kejadian yang ia lihat tadi siang telah
menghancurkan mimpi indahnya.
Siang itu, saat pulang sekolah, ia
melihat Rasta membonceng seorang cewek yang tak ia kenal. Mereka terlihat
akrab. Awalnya Riry mencoba tenang dan berharap cewek itu hanyalah teman Rasta.
Namun harapan itu sirna, ketika Riry bertanya pada Doni, teman sekelas Rasta,
tentang siapa yang di bonceng Rasta tadi. Doni berkata bahwa yang dibonceng
Rasta tadi adalah Nayya, pacar Rasta. Bagai tersambar petir di siang bolong.
Seketika juga air mata Riry jatuh tak tertahan. Kedekatan mereka selama ini
ternyata tak berarti bagi Rasta. Perhatian, kasih sayang yang diberikan Riry
hanya dianggap sebagai sahabat, tak lebih. Tanpa sepatah katapun, Riry berlari
pulang. Di sepanjang jalan, air matanya tak dapat berhenti.
“Rasta tak mencintaiku” bisiknya
dalam hati. Tangis itu tak kunjung henti.
Mata sembab itu makin lama makin
redup, seiring dengan isakan yang kunjung berhenti. Riry tertidur, diselimuti
dinginnya malam dan beribu kesedihan yang melandanya.
♥♥♥♥♥♥
Kicau burung menghiasi suasana pagi.
Matahari tak begitu cerah. Begitu juga hati Riry, masih diselimuti kesedihan
yang mendalam. Kejadian itu memang sulit dilupakan. Riry telah siap untuk
aktivitasnya bersekolah. Namun pikirannya masih melayang-layang. Ia ragu ke
sekolah, dan bertemu dengan Rasta. Tapi ia tak boleh menyerah. Ia tak mau
kelihatan lemah. Sebelum ia berangkat, Ia menyempatkan diri berdiri di depan
sebuah kaca besar. Ia merenung sejenak.
“Riry harus kuat. Mana Riry yang
dulu? Riry yang selalu ceria. Pasti ada orang lain yang akan jadi Guardian
Angelku. Yeah,, aku pasti bisa tanpamu” Ucap Riry pada bayangannya sendiri.
Dengan berat, ia memaksakan senyum di
bibirnya. Dengan langkah pasti ia keluar dari kamarnya, tak lupa dengan permen
lollipop di tangannya, serta tas ransel biru kesukannya.
♥♥♥♥♥♥
Sejam, dua jam, sangatlah lama.
Bagaikan menanti turunnya salju di Indonesia. Berbagai pelajaran hari ini,
lewat begitu saja di pikiran Riry. Tak ada satupun yang menempel di otaknya.
Yang terlintas hanya Rasta. Sepanjang pelajaran, yang Riry lakukan hanyalah
ngobrol dengan Novi, teman sebangkunya. Novi memang teman dekat Riry, ia
satu-satunya orang yang bisa dipercaya Riry saat ini. Riry menceritakan semua
yang terjadi pada Novi.
Teng…. Teng… Teng….
Bel istirahat berbunyi, memaksa Riry
berhenti sejenak dari curhatannya. Seperti biasa, Riry dan Novi melalukan
ritual hariannya, yaitu pergi ke kantin. Saat itu kantin terlihat sepi.,
mungkin karena hari ini hari kamis, jadi banyak siswa yang puasa sunnah. Tak
lama kemudian, Rasta menghampiri mereka.
“Hey Ry, kemana aja sih, aku sms gag
dibales, tumben banget!” Tanya Rasta tanpa merasa bersalah.
“Gag kemana-mana kok! Cuma lagi
sibuk aja. Eh aku ke kelas dulu ya”. Jawab Tari dengan cuek dan langsung
kembali ke kelas tanpa mengajak Novi.
Rasta merasakan ada yang aneh dengan
sikap Riry. Dia bertanya pada Novi apa yang telah terjadi. Awalnya Novi tak mau
menceritakan yang terjadi. Namun, ia tak mau sahabatnya terus tersakiti. Ia
memutuskan untuk menceritakan semua pada Rasta. Ternyat, semua yang di lihat
Riry hanya salah faham. Rasta menyesal atas apa yang telah terjadi. Nayya
memang gadis yang pernah ada di hatinya. Namun dua bulan yang lalu mereka telah
putus. Karena sudah tidak ada kecocokan lagi di antara mereka. Rasta memang
sengaja tidak menceritakan hubungannya kepada Riry, karena Rasta tau bahwa Riry
tak hanya menganggapnya sebagai sahabat. Kemarin, memang Nayya meminta ketemu
dengan Rasta, namun itu hanya untuk mengembalikan barang-barang yang pernah
dikasih Rasta padanya waktu mereka masih pacaran dulu. Rasta juga menjelaskan
bahwa yang ada di hatinya sekarang hanyalah Riry.
♥♥♥♥♥♥
Teng…. Teng…. Teng….Teng…Teng…
Bel sekolah berbunyi. Bergerombol
murid-murid menuju gerbang. Tak terkecuali Riry. Tampak sesosok pria yang
berdiri di samping gerbang. Wajah itu tak asing bagi Riry. Ya, itu adalah
Rasta. Riry terus mencoba melangkah, melawan kakinya yang mulai terasa berat.
Rasta menyapa Riry. Riry mencoba tersenyum padanya dan menghampirinya.
“Aku tahu ry, kamu lagi sedih. Kamu
salah faham Ry” Jelas Rasta mengawali pembicaraan mereka yang serius. Rasta
menjelaskan semua yang terjadi. Antara dia dan Nayya, juga tentang perasannya.
“Ry, I love you” ucap Rasta dengan
tegas.
Riry terdiam membisu. Ia tak percaya
dengan apa yang baru saja di dengarnya. Ia hanya membalasnya dengan tatapan
mata yang berkaca-kaca. Air mata Riry tumpah tak tertahan. Entah itu air mata
kesedihan atau kebahagiaan. Namun yang pasti, harapan itu muncul kembali.
Semangat yang sempat hilang, kini muncul kembali.
Sejak saat itu, hari-hari Riry
dipenuhi dengan bunga-bunga cinta dan rona kebahagiaan. Hari-hari yang ia
jalani sebagai pacar Rasta. Cinta yang dulu hanya bisa ia pendam, kini telah
bisa ia miliki. Luka yang sempat tergores,
kini telah tertutupi. Sampai akhirnya Rasta lulus dan melanjutkan kuliah di
UNESA. Hal itu memaksa Rasta dan Riry terpisahkan oleh jarak. Tapi meski
begitu, cinta mereka tak tergoyahkan. Dengan dasar pengertian dan kepercayaan,
yang menguatkan ikatan mereka. Rasta tetaplah di hati Riry dan menjadi
“GUARDIAN ANGEL”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar