Halaman

Kamis, 20 Desember 2012

Sejarah sastra Novel "Sengsara Membawa Nikmat"

Pengarang       : Tulis Sutan Sati

Penerbit           : Balai Pustaka
Cetakan           : 1929
Tebal Buku      : 192 Halaman
Periode            : 1920-an/ Balai Pustaka

Sinopsis cerita :
            Di sebuah kampung hiduplah seorang pemuda bernama Midun. Ia merupakan pemuda yang banyak disenangi warga karena sifatnya yang rendah hati, baik, taat beragama, dan juga pintar silat. Seorang pemuda lain, bernama Kacak merupakan seorang pemuda yang sombong, karena Mamaknya (Tuanku Laras) adalah seorang kepala desa yang kaya raya. Ia sangat iri melihat Midun banyak disenangi warga.
            Suatu hari Midun berniat untuk menyelamatkan orang-orang pasar dari amukan Pak Inuh (paman Kacak yang hilang ingatan), tetapi ia justru difitnah oleh Kacak telah melukai Pak Inuh. Sebenarnya Pak Inuh tidak dilukai oleh Midun, karena luka tersebut adalah atas ulah Pak Inuh sendiri. Kacak  melaporkan Midun kepada Tuanku Laras hingga ia dihukum bekerja rodi selama enam hari di rumahnya. Orang yang ditugaskan Tuanku Laras untuk mengawasi Midun selama mendapat hukuman adalah Kacak. Kesempatan itu digunakan oleh Kacak untuk menyiksa Midun setiap hari. Semua itu diterima Midun dengan ketabahan. Setelah Midun bebas, Kacak belum juga puas.
            Kacak berniat untuk melenyapkan Midun. Ia menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh Midun saat ada pasar malam dan pacuan kuda di Bukittinggi. Sewaktu Midun dan Maun (sahabatnya) sedang membeli makanan di warung kopi di pinggir gelanggang pacuan kuda, orang-orang sewaan Kacak itu menyerang Midun dengan pisau. Tapi untung Midun berhasil mengelaknya. Namun perkelahian antar mereka tidak bisa dihindari. Maka terjadilah keributan di dalam acara pacuan kuda itu. Perkelahian itu berhenti ketika polisi datang. Midun dan Maun langsung ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Setelah diperiksa, Maun dibebaskan. Sedangkan Midun dinyatakan bersalah dan wajib mendekam dalam penjara. Di dalam penjara Midun mendapat berbagai siksaan baik dari sipir penjara, maupun oleh tahanan lain. Setelah mengetahui ilmu silat yang dimiliki Midun, mereka tidak berani lagi mengganggu Midun.
            Ketika Midun sedang bertugas menyapu jalan, Midun Melihat sebuah kalung milik seorang gadis tertinggal di bawah pokon kenari. Kalung itu kemudian dikembalikan oleh Midun ke rumah si gadis. Betapa senang hati gadis itu. Mereka pun saling jatuh cinta. Setelah masa hukumannya usai, ia mencoba menolong jiwa Halimah yang terancam. Halimah meminta Midun untuk mengantarkannya ke Jawa. Sebuah petualangan hidup akhirnya dijalani Midun disana. Banyak kejadian yang memberikannya pengalaman hidup. Dia pernah ditipu oleh saudagar Arab, namun dengan sukses ia dapat melaluinya. Sampai suatu ketika ia diangkat menjadi menteri polisi dan kemudian menikah dengan Halimah. Sementara itu, ayah Midun meninggal di kampung halamannya dan seluruh harta warisan ayahnya diambil oleh pihak keluarga ayahnya. 
            Selama enam tahun, Midun tidak pernah pulang ke kampung halamannya, karena ia merasa tidak aman dengan kehadiran Kacak, ia ingin merantau di Jawa saja. Ia bersama istrinya, berniat menemui keluarga Midun. Midun kemudian ditugaskan di Bukittinggi sebagai asisten demang. Kemudian ia dingkat pula menjadi penghulu kampung. Di sisi lain, Kacak yang malu dengan kesuksesan Midun meninggalkan kampung itu pergi entah kemana.

Komentar :
            Novel karya Tulis Sutan Sati ini bertema kesabaran seseorang dalam menerima penderitaan. Sesuai karakteristik karya sastra angkatan Balai Pustaka, novel ini diciptakan sesuai realita masyarakat. Midun, sang pemuda shalih, tidak dikisahkan berhati putih selalu. Kadang ia dihantam keputusasaan, ia terpaksa berprasangka buruk kepada Kacak yang memang ingin menyingkirkannya, selain itu ia juga mengalah kepada sipir yang rakus kala dikirimi makanan oleh Halimah. Penggambaran karakter yang sesuai realita meski tetap terdapat pelajaran budi pekerti.
            Ceritanya kebanyakan berlatarkan kota Padang (Minangkabau) sesuai asal daerah pengarang. Gaya penulisan pengarang lebih banyak menggunakan bahasa melayu yang tidak lain yakni bahasa yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau. Meskipun pengarang menggunakan kalimat panjang-panjang, termasuk dalam dialog, novel ini tetap sedap dibaca. Gaya bahasanya yang indah dan diselingi peribahasa menambah pembaca tidak bosan. Novel ini bersifat mendidik, dengan banyaknya amanat yang terdapat didalamnya. Tulis Sutan Sati pun mengungkap unsur-unsur budaya Minang yang terkadang memberatkan, seperti pemerolehan harta warisan bukan kepada anak-anak melainkan keponakan lelaki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar