Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Pengarang : Nh. Dini
Tahun Terbit : 1986
Buku : Cetakan ke-11,2001
Tebal : 87 halaman
Periode : 1980-an
Novel
pertemuan dua hati ini menceritakan kisah seorang wanita bernama Bu Suci, yang
telah sepuluh tahun menjadi seorang guru di kota Purwodadi. Ia menikah dengan
seorang seorang ahli mesin dan dikaruniai tiga orang anak. Sampai suatu hari suaminya
dipindah tugaskan ke kota Semarang, ia,ketiga anaknya, beserta Uwaknya terpaksa
ikut pindah. Suci melamar sebagai guru baru di sebuah sekolah dan anaknya pun
bersekolah disana. Sehari setelah ia mulai bekerja di sekolah itu, ia berusaha
untuk dapat mengenal dan memahami anak didiknya satu persatu. Setelah hari ke
empat ia bekerja, ada sesuatu yang aneh dia rasakan. Ada seorang anak didiknya
yang belum juga masuk, yang bernama Waskito. Yang lebih aneh lagi, setiap Ibu Suci
menanyakan kemana Waskito kepada anak didiknya yang lain, tidak ada satupun
yang tahu atau pun menjawab. Ibu Suci penasaran, ia terus mencari tahu apa yang
telah terjadi kepada anak didiknya tersebut. Ia pun mengetahui bahwa anak
didiknya tersebut termasuk anak yang sukar, bandel dan nakal. Waskito selalu
membuat onar, mengganggu teman-temannya dan bersikap aneh.
Suatu
hari ibu Suci ingin berkunjung kerumah nenek Wasito, karena menurut informasi Wasito
tinggal disana. Ia ingin mengetahui sebab-sebab mengapa Wasito bertingka
seperti itu. Sesampainya di rumah neneknya, ibu Suci pun mulai
berbincang-bincang dengan nenek Wasito. Nenek Wasito pun menceritakan semua hal
tentang Wasito. Ternyata Wasito itu hanyalah seorang anak yang kurang perhatian
dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Sebenarnya Waskito adalah anak yang
baik dan pintar. Setelah mengetahui kenyataan yang terjadi, ibu Suci pun ingin
membimbing anak didiknya tersebut untuk menjadi lebih baik, mengembalikan
Waskito menjadi anak yang baik. Ibu Suci terdorong bekerja secara profesional
untuk menjadi pendidik yang baik. Meskipun ia mendapat cercaan dari rekannya sesama
guru. Menurut rekan-rekannya seorang guru hanya bertugas mengajar di kelas
saja. Namun, ibu Suci tak menghiraukan pendapat tersebut. Baginya, seorang guru
layaknya tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendidik,
pembimbing, pengayom anak didiknya.
Keprofesionalan
ibu Suci diuji. Anak keduanya mengidap penyakit ayan. Sebagai seorang ibu, Suci
harus terus merawat anaknya, namun di sisi lain sebagai seorang guru, ia juga
harus menyelesaikan tugasnya membimbing Waskito. Ibu Suci menjalani hari-harinya
dengan setengah-tengah. Ia berusaha sebaik mungkin membagi waktunya. Berkat
usaha kerasnya, ibu Suci berhasil melakukan pendekatan kepada Waskito. Akhirnya, ibu Suci berhasil merubah sikap
Waskito. Waskito berubah menjadi anak yang baik dan ia menjadi juara kelas.
Komentar :
Sesuai
dengan karakteristik karya sastra pada periode 80-an, novel pertemuan dua hati
ini mengangkat masalah konsep kehidupan sosial. Novel Pertemuan Dua Hati karya
Nh, Dini menyajikan watak atau kepribadian tokoh utama yang istimewa sebagai
guru SD. Novel ini mengangkat kisah seorang guru yang mempunyai prinsip untuk
selalu menjunjung tinggi keprofesionalannya. Bu Suci disini diceritakan memberi
pengaruh terhadap anak didiknya di sebuah kota besar menjadi anak yang lebih
baik. Bu Suci menjalankan perannya sebagi guru tanpa mengesampingkan kodratnya
sebagai seorang ibu.
Dengan
bahasa yang realisitis, pembaca mudah memahami cerita yang disajikan. Novel ini
juga mempunyai pesan moral yang baik untuk diteladani, yakni bagaimana seorang
guru yang begitu menghargai pendidikan di negeri ini yang saat ini sudah jarang
dituntut keprofesionalannya. Guru sekarang seolah acuh terhadap permasalahan
yang sedang muridnya hadapi dan cenderung tidak peduli atas perilaku setiap
muridnya. Mereka hanya bertugas mengajar materi dan selesai sampai situ saja.
Padahal tugas seorang guru sebenarnya untuk membimbing muridnya agar menjadi
seorang yang baik dan berguna. Selain itu, novel ini juga memberikan pesan
kepada orang tua yang seringkali lupa akan memberikan pengajaran yang baik
untuk anaknya. Memanjakan anak boleh saja namun harus diberitahu dan dibekali
norma dan aturan yang berlaku di masyarakat pula agar tidak tersesat nantinya.
Sedikit
banyak, kisah ini diilhami dari
kehidupan nyata penulis. Sebagai seorang istri diplomat, Nh. Dini harus selalu
ikut kemanapun suaminya bertugas, seperti yang dialami tokoh ibu Suci. Dengan
latar belakang ibu seorang pembatik yang gemar bercerita tentang kehidupan,
budaya Jawa dan kisah-kisah wayang membuat NH Dini kecil tumbuh sebagai anak
yang penuh imajinasi, suka membaca dan menuangkan isi hatinya dalam bentuk
tulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar