Halaman

Minggu, 23 Desember 2012

Sejarah Sastra "Cinta Tanah Air"



Pengarang       : Nur Sutan Iskandar
Penerbit           : Balai Pustaka
Terbit               : 1944
Tebal               :
Periode            : Zaman Jepang
            Novel ini menceritakan hidup seorang pemuda berumur 24 tahun, yang bernama Amiruddin. Dia datang dari Bandung ke Jakarta untuk melihat pasar malam. Dalam perjalanan ke pasar malam dalam trem (kereta) ia bertemu dengan seorang gadis yang sangat menarik hatinya. Selama perjalanan, lamunan Amiruddin tetap kepada wajah gadis itu. Sampai di dalam pasar malam, tiba-tiba Amiruddin bertemu dengan gadis yang ada di dalam trem tadi. Kebetulan mereka sama-sama membeli sapu tangan. Ternyata sapu tangan yang dibeli itu tertukar. Amiruddin menerima sapu tangan bertuliskan nama Astiah dan sebaliknya. Setelah kejadian tersebeut, Amiruddin bertemu juga dengan  Pak Soewondo yang ternyata adalah sahabat akrab ayahnya.
            Sebelum Amiruddin kembali ke Bandung, Ia menyempatkan diri berkunjung ke rumah Pak Soewondo. Betapa terkejutnya ia, melihat sosok gadis manis itu berada di rumah Pak Soewondo. Ternyata gadis yang bernama Astiah itu adalah anak dari rekan akrab ayahnya. Amiruddin berpamitan pulang ke Bandung dan istri Pak Soewondo menitipkan bungkusan untuk keluarga Amiruddin. Ketika Amiruddin telah tiba kembali di Bandung, adiknya menyambut dengan gembira. Bungkusan  kiriman  istri  Soewondo diberikannya kepada ibunya. Ibu Amiruddin sangat gembira menerima kiriman dari sahabat lamanya itu. Amiruddin pun tak terkira senang hatinya karena ia juga mendapat sepucuk surat dari Astiah beserta sapu tangannya yang tertukar.
            Hubungan akrab antara keluarga Soewondo dengan keluarga Amiruddin pun terjalin baik setelah mereka berkunjung dan berjumpa dengan Nyi Zubaidah, ibu Amiruddin. Lebih-lebih lagi hubungan Amiruddin dengan Astiah. Amiruddin pun mengungkapkan isi hatinya kepada Astiah melalui sebuah surat dan Astiah menyambut perasaan Amiruddin dengan baik.
            Sementara itu suasana perang makin terasa. Amiruddin hampir tak ada kesempatan memikirkan kekasihnya. Pikirannya tercurah kepada mempertahankan tanah air. Amiruddin, Haryono, dan kawan-kawannya bermaksud menjadi pasukan pembela tanah air. Hanya karena desakan ibunya ia  menyempatkan untuk memadu pertunangan dengan Astiah. Amiruddin bingung, karena ia akan berangkat ke medan perang, sementara pernikahannya pun juga akan berlangsung. Ia tidak tega meninggalkan kekasihnya.
            Meskipun Amiruddin hendak maju ke medan perang, ternyata Astiah juga ingin maju ke medan perang berjuang sebagai juru rawat. Beberapa hari sebelum mereka menuju medan perang, Amiruddin dan Astiah melangsungkan pernikahan dengan upacara sederhana tapi berkesan. Nyonya Soewondo dan Nyi Zubaidah merelakan keduanya berangkat ke medan perang untuk melaksanakan bakti mereka atas Cinta Tanah Air.
Komentar :
            Dilihat dari segi bentuknya, karya sastra ini berwujud novel, meskipun demikian novel ini tidak terlalu tebal. Hal ini disebabkan pengaruh kondisi pada saat itu, yaitu masyarakat dituntut untuk bekerja keras, cepat, dan singkat dalam segala hal. Sesuai dengan karakteristik karya sastra pada zaman Jepang, novel ini diwarnai dengan propaganda. Slogan-slogan yang dicantumkan dalam novel membuat para rakyat pribumi beranggapan bahwa karakteristik orang-orang Jepang adalah baik. Misalnya ketika Amiruddin pergi ke pasar malam dan di dinding-dindingnya banyak sekali slogan-slogan tentang Dai Nippon.
            Novel ini juga penuh dengan semangat nasionalisme. Seorang pemuda, bernama Aminuddin dan kekasihnya, Astiah, memilih untuk pergi berperang membela tanah air dibandingkan dengan mementingkan kepentingan pribadi mereka. Dalam novel ini, pengarang menggunakan bahasa Indonesia, sehingga ceritanya mudah dipahami. Cerita yang runtut juga memudahkan pembaca memahami jalan cerita, sehingga pembaca seakan larut dalam cerita.

4 komentar: